Senin, 21 Februari 2011

Bukan Status Palsu (2)

     "Dipa.. mereka udah jadian, mereka pacaran. Mami udah jadi pacarnya Alda," ujar Rina pada Dipa. Dia sengaja mendatangi rumah Dipa yang ada di sebelah rumahnya saat Dipa sedang memberi makan ikan-ikan kesayangannya yang berada di aquarium yang diletakkan di teras belakang rumah. 
     "Terus, emangnya kenapa kalo mereka pacaran?"
     "Gue enggak suka. Gue iri, Dipa! kenapa bukan gue yang jadi pacarnya Alda," pungkas Rina dengan nada sedikit berapi-api. "Lagian kenapa gue dulu enggak main agresif aja deketin Alda biar enggak keduluan Mami. pengen deh gue jambak rambutnya!" 
     Dipa tertawa. Lucu melihat Rina seperti itu. Oh, cinta membutakan segalanya. Bahkan bisa membuat orang menjadi kalap, pikir Dipa. 
     "Lo ini aneh, Rin. Lo enggak bisa dong maksain orang buat suka sama lo sekalipun lo suka mati sampe ke ubun-ubun sama orang itu,: Ujar Dipa. "Itu masalah perasaan, Rina sayang,"
     Rina menatap Dipa. Ditatapnya bola mata Dipa yang sangat hitam itu. Dalam sedalam kata-kata Dipa yang barusan diucapkan. Si cerdas Dipa yang yang terkadang suka usil dengannya itu sebenarnya cowok yang solider banget sebagai sahabat. Seringkali Rina dibuat terperangah dengan kata-kata bijak Dipa yang bisa membuat Rina bergumam 'iya juga ya' di dalam hatinya.
     "pokoknya kita harus keliatan lebih mesra di depan Alda, kalo perlu di depan Mami juga. Dan kalopun itu enggak berhasil, gue turutin saran lo, gue bakal bilang yang sebenernya sama dia kalo gue suka sama dia," sergah Rina. 
     Rina hendak beranjak. Tapi langkahnya terhenti.Ada sesuatu yang ingin dia katakan pada Dipa, sebelum dia lupa.
     "oya, Dipa, gue enggak suka elo manggil gue dengan kata 'SAYANG'. Emang kapan kita jadian? Gue kan bukan pacar lo?!''
     Rina pun melongos pergi, meninggalkan Dipa yang terheran-heran. Tapi, enggak urung itu membuat Dipa jadi kepikiran juga. Tangannya tetap memberi makanan ikan-ikannya, tapi otaknya sibuk berpikir.

***

     "Lo yakin, mau ngomong sama Alda tentang perasaan lo sama dia?" tanya Dipa. 
     Rina dengan cepat mengubah rencananya dalam waktu 2 jam setelah dia meninggalkan rumah Dipa tadi sore. Selama tiga jam bersemedi di kamarnya sampai-sampai enggak makan malam, Rina yakin kalo itu keputusan yang tepat. Dia harus bilang yang sebenernya sama Alda tentang perasaanya sama cowok itu. Masalah reaksi Alda nanti gimana, urusan ke seratus sembilan puluh sembilan deh, pikirnya.
     "Gue yakin, Dip. Bener-bener yakin kalo gue harus melakukannya, daripada kita pura-pura pacaran. Bikin status palsu yang ga ada juntrungannya, iya kan?" 
     "Tapi, kalo gue pikir-pikir lagi, enggak ada salahnya kalo kita pura-pura pacaran?!" tukas Dipa pada Rina. Mendengar ucapan Dipa, Rina langsung melempar pandang pada cowok yang terkadang suka menjawilnya itu.
     "Maksud lo apa? Bukannya lo sempat ga setuju sama usul gue yang itu, ya?" ujar Rina heran.
     "Iya... siapa sih yang engga mau pacaran sama cewek yang tinggi, cantik, cerdas lagi kayak lo, Rin?" ujar Dipa menjawab. Dia mesem-mesem sendiri di depan Rina. "Alda ajah yang aneh, enggak bisa baca sinyal-sinyal cinta lo. kalo gue jadi dia, ehm..... gue jelas milih lo, lah."
     Rina berjengit heran. Ternyata dalam tiga jam, bukan dia saja yang bisa berubah pikiran dan suasana hatinya, tapi Dipa juga ikut-ikutan berubah. Aneh, pikirnya.

  ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon komentar dan sarannya.. :)